Ayo Istiqamah Boikot Produk Pro Zionis Israel

Sangkaan bahwa perlawanan dan upaya menghancurkan Zionis-Israel merupakan perang jangka pendek adalah satu kekeliruan besar. Sangkaan ini hanya mungkin lahir dari persepsi yang salah terhadap hakekat gerakan Zionisme itu sendiri. Sebab, meminjam istilah dari judul buku laris ZA. Maulani (rahimahulloh) (versi salah satu media nasional tahun 2002), gerakan Zionisme adalah “gerakan menaklukkan dunia!”



Dengan kata lain, gerakan Zionisme ini tak akan pupus hingga ambisi menguasai dunia tercapai. Hal ini tidaklah mengherankan. Karena Israel sendiri adalah negara akidah (baca: theokrasi), yang melandaskan eksistensinya pada keyakinan dan doktrin agama Yahudi-Talmudian. Sehingga selama keyakinan ini hidup, selama itu pula akar keserakahan Yahudi akan tetap abadi.



Oleh karena itu, persangkaan bahwa misi “diplomatik” yang dilakukan oleh 700-an aktivis kemanusiaan kapal Mavi Marmara kemarin cukup memadai juga kekeliruan besar. Apalagi bila menganggap bahwa gerakan kampanye atau bahkan perlawanan fisik yang bersifat sporadis dan temporer semata akan cukup.


Perang melawan Zionisme, sebagai konsekuensi dari ideologi Zionisme itu sendiri, adalah perang panjang. Sehingga mau tidak mau, memerlukan nafas yang juga panjang. Dus, perjuangan membela dan membebaskan Palestina muslim tak mungkin bisa dilakukan hanya dengan setengah hati.


Salah satu bentuk minimal yang harus kita lakukan dalam melawan makar Zionisme dan menentang penjajahan Palestina muslim adalah memboikot produk-produk pro Zionis-Israel. Itulah cara paling mudah menghancurkan Israel dari dalam rumah kita masing-masing.


Gerakan boikot produk pro Zionis-Israel ini telah digelorakan beberapa waktu yang lalu. Tapi kita melihat terjadi pasang-surut dalam pelaksanaannya di lapangan. Sebagian kita banyak tersadar kembali, hanya ketika Palestina kembali bergejolak. Selain itu, kita mungkin banyak yang larut kembali dengan rutinitas tren global yang yahudi-istik.


Padalah, seperti disinggung di muka, perlawanan terhadap Zionis Israel tak bisa dilakukan setengah-setengah. Ia sangat memerlukan sikap istiqamah. Agar kita lebih istiqamah memboikot produk pro Zionis-Israel, mari kita rujuk kembali petunjuk agama kita dalam mendudukkan persoalan ini.


Pertama, boikot produk yang mendukung proyek perlawanan musuh Islam dan umat Islam adalah bentuk jihad paling minimal yang dapat dilakukan setiap muslim.


Allah Subhaanahu Wata’ala berfirman, artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. at-Tawbah/9: 41).


Ayat ini jelas memerintahkan jihad dengan harta. Dan jihad dengan harta tidak mungkin dibatasi dengan bentuk-bentuk tertentu. Memahami jihad harta semata dengan menyiapkan logistik dan amunisi dalam perang hanya mempersempit ruang jihad. Bahkan boleh jadi menjauhkan jihad dari esensi utamanya. Karena kondisi perang yang sesungguhnya hanya terjadi pada situasi dan ruang tertentu.


Sehingga tidak diragukan lagi, termasuk jihad bil maal (dengan harta) adalah memblokir harta kaum muslimin yang berpotensi digunakan justru untuk membunuh jiwa saudara-saudara mereka sendiri. Mencegah dana kaum muslimin mengalir ke pundi-pundi Zionis termasuk bentuk jihad yang seharusnya kita lanjutkan.


Kedua, boikot untuk mewujudkan mashlahat syar’i merupakan metode nabawi. Al-Qur’an secara gamblang mengisahkan dialog Nabiyullah Yusuf Alaihissalam bersama saudara-saudaranya. Itu ketika beliau meminta agar mereka membawa saudaranya Bunyamin kepadanya. Dalam ungkapan Yusuf Alaihissalam: “Jika kalian tidak membawanya kepadaku, maka kalian tidak akan mendapat sukatan lagi dariku dan jangan kalian mendekatiku.” (QS. Yusuf/12: 60).


Padahal, sebenarnya tidak ada kewajiban bagi mereka untuk membawa serta Bunyamin. Sebagaimana Nabi Yusuf Alaihissalam juga tidak wajib menjual kepada mereka. Sehingga pokok transaksi bagi kedua pihak pada asalnya adalah mubah semata. Namun demikian, Nabi Yusuf Alaihissalam menempuh strategi ini demi mashlahat syar’i yang ingin dicapai.


Ketiga, perang lewat ekonomi merupakan sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, dalam melawan musuh-musuh Islam, yang penting dihidupkan.
Strategi perang lewat senjata ekonomi pernah dilakukan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terhadap Yahudi Bani Nadhir yang khianat. Sikap khianat komunitas Yahudi ini bahkan telah kelewat batas: berniat membunuh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.


Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersama mujahidin kemudian mengepung benteng Bani Nadhir. Pengepungan berlangsung hingga enam hari. Beliau juga memerintahkan untuk memotong dan membakar pohon korma mereka. Sebagai strategi untuk melemahkan posisi mereka. Berkat itu, Yahudi Bani Nadhir kemudian menyerah dan diusir keluar Madinah.


Strategi yang sama pernah pula ditempuh pasukan Nabi terhadap Bani Tsaqif. Teknik perang ini sebagaimana diceritakan kembali Ibnul Qayim di Zaadul Ma’ad (III/440).


Dalam As Sunanul Kubra oleh Imam Bayhaqi (18031), dikutip kisah Tsumamah bin Atsal yang memboikot kafir Quraisy terhadap gandum yang bersumber dari Yamamah, kampungnya. Boikot ini dia lakukan sebagai bentuk perlawanannya kepada kafir Quraisy yang memusuhi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.


Boikot ini ternyata efektif. Sikap Tsumamah akhirnya memaksa kafir Quraisy memohon belas kasihan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, agar beliau menghentikan tindakan Tsumamah.


Keempat, boikot produk pro Zionis-Israel adalah bagian dari pengamalan prinsip amar ma’ruf nahi munkar. Lebih spesifik lagi dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar itu adalah hajr (boikot), yang dapat dilakukan bagi pelaku maksiat atau bid’ah.


Hajr dapat dilakukan terhadap pelaku maksiat atau bid’ah yang bisa berstatus muslim. Tujuannya, untuk menimbulkan efek jera terhadap yang bersangkutan agar dia kapok dari perbuatannya.


Pertanyaanya: bukankah boikot lebih pantas diberlakukan terhadap Zionis-Israel yang semakin jelas kerusakannya di muka bumi ini? Terlebih dengan kucuran dana tak terbatas yang dinikmatinya. (Ilham Jaya b. Abd Rauf, Lc.)
Al Fikrah No.15/Tahun XI/27 Jumadil Akhir 1431 H)



SURAT TERBUKA DARI GAZA
Ummu Taqi, seorang ibu rumah tangga dari Gaza, Palestina, diwawancarai oleh Islam Channel beberapa waktu lalu. Setelah wawancara, Ummu Taqi menulis sebuah surat dalam bahasa Arab yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, surat ini ditujukan kepada kaum Muslimin di seluruh dunia. Berikut isi suratnya:



Assalamualaikum,
Saudara dan Saudari yang saya sayangi, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk mengirimkan pesan dari para muslimah di Gaza. Silakan dengarkan situasi kami dan beritahu semua orang.


Situasi yang kami hadapi sangat mengerikan namun iman kami alhamdulillah kuat, walaupun kami tidak memiliki air, dan jika pun ada air itu tercemar dan kami tidak memiliki uang untuk membeli air mineral. Ketika kami punya uang, para penjual air berkata bahwa terlalu berbahaya bagi mereka sendiri untuk berjalan keluar dan mendapatkan pasokan air yang baru. Kami tidak memiliki gas, dan bahkan sama sekali tidak ada selama empat bulan terakhir. Kami memasak makanan kecil yang kami miliki dalam api yang kami bikin sendiri.



Orang-orang kami telah kehilangan semua pekerjaan mereka. Mereka menghabiskan hari-hari mereka di rumah sekarang. Suami saya seharian hanya pergi dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk mencari air. Dia biasanya kembali dengan tangan kosong. Tidak ada sekolah, tidak ada bank, hampir tidak ada rumah sakit yang terbuka. Kami selalu sadar bahwa hidup kami sangat riskan walaupun ada di ruangan, apalagi di luar. Mereka (Israel) memberi kami jam malam antara pukul 01.00 sampai dengan- 04:00 dini hari. Pada jam itulah kami boleh keluar, dan Israel berkata "silakan cari pasokan untuk kalian," tapi itu adalah dusta.


Kami makan nasi dan roti hanya satu kali dalam satu hari. Daging dan susu adalah sebuah kemewahan. Mereka menggunakan bahan kimia di daerah-daerah yang berada di perbatasan.


Kami diberitahu bahwa orang-orang berdemonstrasi di seluruh dunia. Masya Allah. Kenyataan bahwa kalian pergi ke kedutaan besar dan meninggalkan rumah kalian, membuat kami merasa bahwa kami tidak sendirian dalam perjuangan ini.


Tapi kemudian kalian bisa pulang ke rumah dan mengunci pintu kalian. Kami tidak bisa melakukan itu. Saya harus meninggalkan rumah saya di lantai dua setiap malam dan tinggal dengan kakak saya di lantai dasar. Jika ada serangan, dari lantai dasar, kami bisa pergi lebih lebih cepat.


Ya, kami lelah. Ketika kami mendengar roket dan bom dan melihat pesawat yang terbang terlalu dekat dengan gedung kami, saya berteriak dengan anak saya yang masih kecil dan suami saya merasa tak berdaya.


Dalam semua ini tidak ada satu pun selain Allah yang dapat menyelamatkan kami. Tetapi ummah juga bertanya-tanya dimana tentara, dimana kemenangan itu? Jangan lupakan kami karena kalian semualah yang kami miliki sekarang. Sumbangan kalian sama sekali tidak sampai kepada kami, dan ketika Israel membuka perbatasan, sumbangan itu hanya untuk beberapa gelintir saja. Teruslah beramal karena Allah dan berdoa bahwa kemenangan akan segera datang, insya Allah. Wassalam, Ummu Taqi.
(Sumber: www.eramuslim.com)

Comments

Popular posts from this blog

Tidak Sekedar “Pulang Kampung” (Buletin Asy-Syabab Edisi 11)

Pemenang Quiz Buletin Asy-Syabab pada Edisi 11