QUM, AYUHAA ASY-SYABAAB! (Bangkitlah wahai Pemuda)
QUM,
AYUHAA ASY-SYABAAB!
(Bangkitlah
wahai Pemuda)
-Abu Adlan Faatih Syamsuar Hamka-
-Abu Adlan Faatih Syamsuar Hamka-
Berkata
Ibnu Abbas : “ Tak ada seorang nabipun yang diutus Allah, melainkan ia
(dipilih) dari kalangan pemuda saja (yakni 30-40 tahun). Begitu pula tidak
seorang ‘alim pun yang diberi ilmu, melainkan ia dari kalangan pemuda”.
Setiap gerakan yang ada, memiliki
fokus tujuan masing-masing. Setiap lembaga mempunyai arah dan kompas yang
membimbing mereka sampai pada titik akhir perjuangannya. Tanpa misi serta visi
yang jelas, sebuah lembaga akan menjadi (laksana) kapal tanpa tujuan. Kapal itu
hanya akan terus terombang-ambing di tengah arus dan gelombang laut. Jika
nahkoda dan para awaknya hanya menikmati ayunan gelombang itu, suatu saat
mereka akan sadar bahwa tidak selamanya gelombang laut itu tenang. Suatu waktu
akan ada badai, dan hempasan angin yang akan membuat kapal karam dan tenggelam.
Seperti itulah gambaran sebuah
organisasi. Sebuah jamaah dakwah yang memiliki fasilitas, punya kader, dan
kekuatan finansial jika tidak memiliki visi, akan berujung pada ‘comfort zone’,
zona nyaman. Zona di mana para pengurusnya hanya menikmati fasilitas, posisi
dan tidak lagi punya sensitivitas dakwah dan perjuangan. Mereka akan tumbuh dan
mewarisi nilai yang keliru. Mereka akan lupa dengan perjuangan para pendahulunya
yang mati-matian mempertahankan eksistensi lembaganya, serta kemurnian manhaj
perjuangannya.
Jika sebuah generasi lahir tanpa
warisan nilai, mereka akan berada di persimpangan. Crossroad. Karena
mereka tidak punya pijakan yang mantap. Dan mereka tidak akan berani menatap
masa depan, karena mereka tikda tahu untuk apa mereka harus menjadi seorang
pejuang.
Kemudahan fasilitas, serta kultur
masyarakat sosial yang mudah tersentuh dakwah akan membuat dakwah juga
sedikit-demi sedikit menjadi lemah, apalagi jika dipimpin oleh jiwa yang tidak
punya pandangan ke depan. Tidak punya visi dan misi serta rel perjuangan yang
jelas tergambar dalam nuraninya. Apalagi jika ditambah dengan tugas yang terasa
membebani, terlalu banyak tuntutan, serta sibuk urusan pribadi. Padahal setelah
studi pun, betapa banyak yang hidupnya masih terombang-ambing, tidak jelas
peruntukan nasib, nafkah dan jodohnya. Kasihan oh... kasihan, Naudzu billahi
min dzaalik.
Mahasiswa yang hidup hanya untuk urusan
dirinya hanya akan sibuk dengan urusan dan tuntutan yang remeh. Hidupnya hanya
untuk dirinya. Waktunya seakan-akan tidak lagi untuk dakwah. Merasa sibuk, ya
jauh lebih sibuk dibanding seorang kepala negara. Mereka lupa, bahwa Umar Ibn
Khattab, memikirkan strategi perang kaum muslim di dalam shalat sunnah beliau. Karena
urusan yang begitu banyak, yang mesti harus diselesasikan.
Mahasiswa sejatinya adalah agen perubah (agent of change).
Generasi yang bangkit melawan kezaliman serta kelemahan. Angkatan yang akan
terus menjadi titi tumpu dan harapan para orang tua. Kita bisa melihat, bagaimana
nasib bangsa ini, jika kalangan Muda tidak menculik Soekarno di Rengasdengklok
untuk segera mengumandangkan proklamasi ?. kita bisa bayangkan, bagaimana nasib
umat kristen orotodoks konstantinopel yang akan terus berkubang dalam gelapnya kesyirikan,
jika Panglima berumur 22 Tahun tidak datang membebaskan mereka, Sultan Muhammad
al-Faatih. Kita bisa bayangkan, bagaimana nasib rakyat Surabaya, yang terus
tertelungkup dalam penindasan dan penghinaan dibawah telapak kaki Kompeni
Belanda, jika Bung Tomo tidak memunculkan diri sebagai arsitek bom Syahid, dan
pengumandang kalimat takbir yang menggerakkan Ribuan manusia merindu Syahid. “saya
tidak mendapatkan sati kalimat yang bisa menggerekkan ribuan orang, kecuali
dengan kalimat Takbir, Allahu Akbar!”, kata Bung Tomo.
Ya, demikianlah masa Muda yang berada di antara 2 kelemahan. Kelemahan
masa kanak-kanak, dan kelemahan masa tua.
Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat,
kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan
beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS. Ar-Rum: 54)
Oleh karena itu, pemuda adalah kesempatan yang sangat potensial untuk
memperjuangkan syariat dan berkhidmat untuk ummat.
Dari era pra-kemerdekaan, orde lama, orde baru sampai reformasi, pemuda
memegang peran penting. Di mana semua perubahan fasenya digerakkan oleh pemuda.
Siapa yang tidak mengenal Sulatan Hasanuddin yang menjadi Raja dan melawan
Belanda di umurnya yang ke-35 Tahun dan berjuang melawan usia hingga tutup usia
39 tahun ?. Siapa yang tidak mengenal Usamamah Bin Zaid yang memimpin perang di
umur 18 tahun ?. siapa yang tidak mengenal Imam Syafi’i yang mengahfal qur’an
di umur 7 tahun ?.
Bukan, seperti sekarang. Pemuda yang menghabiskan waktu emasnya untuk hidup
memenuhi keinginan syahwat dan hiburan dengan musik dan nyanyian. Generasi-generasi
penikmat yang terbuai dengan angan-angan kosong. Generasi yang asyik
di-ninabobok-kan oleh alunan musik lebay dan lagu melancolis yang
melenakan jiwa. Generasi yang hanya bisa tertidur nyenyak-pulas dalam
mimpi-mimpi hampa. Generasi yang hanya menghabiskan waktu produktif mereka setelah
perut kenyangn dengan “topi miring”.
Generasi yang hanya bisa menghambur-hamburkan uang. Menikmati masa mudanya dengan semboyan muda
foya-foya, tua kaya-raya, mati masuk surga. Para penerus dengan relaxnya
mengisap sebuah gulungan rempah dan tembakau yang berisi ribuan racun
mematikan. Bahan bakar roket, pembersih porcelain, bahan baku mesiu, peledak
dan korek api serta zat campuran racun tikus masuk ke dalam setiap isapan nafas
mereka. Ketika dijelaskan dampak buruknya, mereka hanya tersenyum sombong dan
berkata “aah…, merokok mati, tidak merokok mati, lebih baik merokok sampai
mati.”
Sampai hari ini, pemandangan itulah yang melengkapi keseharian kita
bergaul di lingkungan kampus.
Di zaman sekarang, begitu banyak perubahan. Fasilitas serta kelapangan serta
kemudahan berdakwah juga semakin luas di Fakultas Biru. Gedung dicanangkan
bertingkat-tingkat. Dan akan dilakukan restorasi lingkungan yang luar biasa di
fakultas MIPA. Mulai dari pembangunan gedung ICP, laboratorium, serta
fasilitas-fasilitas yang lain, yang akan semakin mempermudah gerak langkah
dakwah SCMM.
Akan tetapi, saya yakin, seyakin-yakinnya. Bahwa sebuah peradaban dan
masyarakat islami, tidak pernah bisa dimulai dari pembangunan fisik. Betapa
banyak bangunan-bangunan fisik telah rubuh, lapuk dimakan lumut dan usia, namun
idealisme para pengusung dakwah hari ini masih tetap eksis. Bahkan terus
berkembang.
Saya juga yakin, bahwa untuk membangun umat dan bangsa, adalah dengan
membangun ruh dan hatinya. Fasilitas yang cukup, akan tetapi dihuni oleh
orang-orang yang tidak memiliki himmah dakwah tinggi tidak akan menghasilkan
apa-apa. Lihatlah Suriah, yang melahirkan ratusan ribu Mujahidin justru saat
hak hidup mereka dirampas. Mereka terusir dari rumah, dan dipisahkan dengan
keluarga mereka dengan Bom, Birmil dan Rudal serta peluru. Namun mereka bangkit
menjadi Pejuang, yang menjaga perbatasan.
Lihatlah Gazza, yang menjadi penjara terbuka. Anak-anak mereka lahir
tanpa mengenal ayah, karena telah Syahid. Serta ibu-ibu mereka tidak pernah
merasakan nikmatnya berbelanja di mall, dan menikmati dinginnya jus alpukat masuk
ke kerongkongan mereka. Mereka sibuk memecah batu untuk intifadhah, dan
anak-anak mereka sibuk thullab, mendidik diri menjadi Pejuang pembebeas
Palestina. Itulah yang menjadi ketakutan Ariel Sharon, Perdana Menteri Israel,
“kita tidak takut dengan para tentara HAMAS, akan tetapi yang kita takutkan
adalah anak-anak mereka yang tumbuh besar dalam jihad, dan merekalah yang akan
mendorong kita ke tepi laut”. Gambaran ketakukatan Israel akan anak-anak muslim
Palestina. Oleh sebab itu, Israel punya program khusus untuk membunuhi
anak-anak palestina.
Mengapa sebuah negara yang di atas angin, negera yang memenjarakan
ribuan mujahidin serta penduduk sipil digetarkan oleh generasi bocah ?.
Jawabannya karena ruh mereka yang ‘hidup’. Kekuatan jiwa, serta tekad
dan azzam yang kuat membuat generasi bocah Palestina menjadi musuh yang
ditakuti oleh prajurit-prajurit Israel. Seorang Relawan pernah datang ke sana,
dan mengungkapkan betapa sulitnya kehidupan anak-anak di sana, namun sama
sekali tidak ada ‘mental yang kalah’ tersorot dari mata mereka. Bahkan di
setiap penjuru lorong, sangat mudah dijumpai tulisan di dinding-dinding rumah
yang telah runtuh, “Isy kariman au mut Syahidan”. Bahkan, diantara mereka ada
yang berkata, “jika seluruh dunia islam tidak ada lagi yang memperjuangkan
al-Quds, maka kami yang akan mempertahankannya hingga tetes darah kami yang
terakhir telah mengucur!!!”. Aduhai Pemuda...!!! di mana engkau hari ini ?
Seperti itulah jiwa yang kokoh. Tubuh yang ringkih tak akan
menghalanginya dari tujuan untuk mendapatkan cita-citanya. Syaikh Ahmad Yassin,
adalah seorang yang lumpuh kaki dan tangannya, suaranya parau. Akan tetapi
ketika Beliau menyerukan Jihad, ribuan rakyat Palestina mengangkat senjata.
Sekali lagi, kekuatan yang sejati ada pada jiwa. Jiwa yang telah
diliputi bashirah dan ilmu. Hingga tetesan darah dan keringat bukan menjadi hal
yang ditakuti, bahkan menjadi hal yang dirindui. Kerja-kerja dakwah di jalan. Urus
proposal, undangan, berkorban pulsa dan waktu, serta jadwal tidur bukan lagi
sebuah kerugian. Karena jiwa itu telah kembali kepada fitrahnya. Fitrah
pejuang. Fitrah pemberani. Fitrah sebagai seorang pemuda muslim, yang selalu
menjadi pembela terdepan dalam memperjuangkan syariat-Nya, hingga tegak di
kampus Biru.
Ikhwani al ahibbah... Sejak lama, para senior sudah mencurahkan kekuatan dan
potensi terbaik mereka untuk dakwah di kampus biru. Yang mereka inginkan,
adalah kampus yang dipenuhi oleh wanita-wanita berhijab dari kepala hingga ke
kakinya. Berpakaian dengan tidak mencolok, serta menundukkan pandangan. Yang
kita inginkan, para mahasiswanya mengenakan pakaian muslim, tanda keshalihan.
Songkok putih di kepalanya, celana cingkrang, serta Mushaf di tangan kanannya,
di dalam kelas. Dan ingat, semua itu bukan perjuangan simbolik, akan tetapi
tanda terbangunnya jiwa sebagai seorang muslim yang berserah diri pada
Tuhannya.
Semarakkan syiar di kampus. Penuhi kelas dan koridor dengan kajian.
Penuhi kelas dengan lantunan bacaan alquran. Agar nuansa ‘kekerasan’ dapat
dikalahkan karena kekuatan iman, kelembutan hati dan ketinggian akhlak dan adab
perbuatan. Dan semuanya dirangkul dengan ukhuwah imaniyyah. Saling mendahulukan
dan saling memperhatikan.
Setelah itu, puncaknya adalah memastikan tamkin, penaklukan
dengan penaklukan unsur Lembaga Kemahasiswaan tertinggi di Fakultas MIPA, BEM
dan MAPERWA tahun ini!.
Itulah cita-cita dan perjuangan kita. Dan tidak akan berhenti hingga Allah
sendiri yang berkenan menghentikan langkah kita.
Salam Perjuangan,
Teruslah mendaki hingga kita tiba dan bertemu di ‘Puncak Tertinggi’
Selamat Bermuktamar
Abu Adlan Faatih Syamsuar Hamka
Selesai di Bogor, Asrama Ulil
Albab
30 Rabiul Akhir 1436 H
bertepatan
20 Februari 2015 M.
Pukul 10.02 WIB
Comments