Menjaga Lisan


Berakhirnya bulan suci ramadhan seharusnya menjadikan kita memiliki pribadi yang pandai menjaga diri, baik lidah maupun perbuatan kita dari hal-hal yang menjerumuskan ke jurang kesengsaraan.
Puasa tak hanya mengajarkan kita untuk menahan rasa lapar dan dahaga yang mendera . tapi juga bagaimana kita membersihkan lisan kita dari caci maki, mengumbar keburukan orang dan perbuatan keji lainnya. Mempuaskan mata, membiasakan tangan berderma dan melatih kaki ini melangkah menuju taman-taman kebaikan. Semua ditujukan pada suatu pengharapan : ridha Allah semata.
Selayaknya seorang muslim terlepas dari hal – hal keji. Termasuk kata-kata kotor dan caci maki. Sebagai umat teladan, akhlak mulia-lah yang pantas melekat erat dalam pribadi muslim. Rasulullah berpesan “Mencaci maki seorang muslim termasuk perbuatan fasik, membunuhnya termasuk kekafiran” (HR.Muttafaq ‘alaih).
Untuk itu, Rasulullah memberi contoh. Sebagai seorang nabi yang dimuliakan oleh Allah , beliau tidak saja menjaga lisan kepada orang-orang muslim tapi juga terhadap mereka yang kafir. Abu Hurairah meriwayatkan “ Wahai Rasulullah, doakanlah (kecelakaan )bagi orang-orang  musyrik. Rasulullah menjawab : Sesungguhnya aku diutus bukan untuk melaknat (mengutuk), tetapi aku diutus untuk memberi rahmat”
Lantas apa yang menyebabkan kita berani untuk mengeluarkan kata caci maki dan ungkapan keji. Sementara Rasulullah saja yang telah dijamin syurga tetap  menjaga lisannya. Apalagi sampai mengumpat, membicarakan keburukan orang lain, membuka aib dan menyebarkannya. Kita akan termasuk dalam golongan orang-orang yang tercela dan bangkrut. Suatu ketika, Rasulullah pernah bertanya “Tahukah kalian siapa yang disebut orang bangkrut?” Para sahabat menjawab, “Orang bangkrut adalah orang yang tidak lagi punya harta dan uang”. Rasulullah bersabda “ Orang bangkrut adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia juga mencaci, menuduh, memakan harta (tidak halal) ini dan itu, mengalirkan darah (secara tidak haq) dan memukul ini dan itu. Maka amalan baiknya dilimpahkan kepada yang berhak menerimanya (yang ia caci itu) dan jika amalan baiknya habis padahal belum bisa menutupi kesalahannya maka kesalahan (orang yang dicaci itu) dilimpahkan kepadanya kemudian ia dilemparkan ke dalam neraka” (HR Muslim)
Lantas , akankah kita terus terlena dengan keburukan lisan, terlebih oleh ghibah dan namimah atas segala keburukan dan kejelekan orang lain ? saat ini, saran pendukung untuk bergunjing dan mengumbar aib begitu banyak disediakan. Televisi, berlomba-lomba dengan acara gosip. Tanpa sadar, kita ikut juga menjadi bagian dari orang-orang yang memakan daging saudaranya sendiri. “ Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu  memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati? Maka tentu kamu jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha penerima taubat, lagi Maha Penyayang” QS Al Hujuraat : 12
Menjaga lidah seperti sepele. Tapi melakukannya, membutuhkan kesungguhan dan perjuangan tinggi. Tak sedikit orang yang jatuh dan celaka karena tidak mampu menjaga lidahnya dengan baik. Bukankah orang tersandung oleh kerikil, bukan oleh gunung, seperti kata pepatah. Karena itu, menjaga lidah bukan hanya dapat menyelamatkan kita, tapi juga menciptakan rasa sayang dan cinta orang lain kepada kita. Indahnya menjaga lidah.

Disadur dari Majalah Sabili

Comments

Popular posts from this blog

Tidak Sekedar “Pulang Kampung” (Buletin Asy-Syabab Edisi 11)

Pemenang Quiz Buletin Asy-Syabab pada Edisi 11